Jumat, 26 April 2013

Definisi Hukum Pidana



Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.

A. Definisi Hukum Pidana
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.

B.Berikut ini adalah beberapa pengertian hukum pidana menurut para ahli yang admin ambill dari berbagai sumber:

1.pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, dalam bukunya "Asas Asas Hukum Pidana" menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana bahwa ”Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;
  • Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;
  • Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilakasanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut ”.

2.pengertian hukum pidana menurut Pompe dalam "Moeljatno: Asas Asas Hukum Pidana hal: 5". Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa seharusnya dijatuhi pidana dan apakah macamnya pidana itu.8


3.pengertian hukum pidana menurut Van Kan dalam "Moeljatno: Asas Asas Hukum Pidana hal: 6". Hukum pidana tidak mengadakan norma-norma baru dan tidak menimbul-kan kewajiban-kewajiban yang dulunya belum ada. Hanya norma-norma yang sudah ada saja yang dipertegas, yaitu dengan mengadakan ancaman pidana dan pemidanaan. Hukum pidana memberikan sanksi yang bengis dan sangat memperkuat berlakunya norma-norma hukum yang telah ada. Tetapi tidak mengadakan norma baru. Hukum pidana sesungguhnya adalah hukum sanksi (het straf-recht is wezenlijk sanctie-recht).


4.pengertian hukum pidana menurut G. WLG. Lemaire. Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut. (P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1984)


5.pengertian hukum pidana menurut Hazewinkel-Suringa. Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya dian-cam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya. (Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1991)


6.pengertian hukum pidana menurut H. WFC. Hattum. hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peaturan-peraturannya denagan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman. (Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990)


7.pengertian hukum pidana menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan. Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan. (Pengantar Ilmu Hukum, Titik Triwulan Tutik, S.H, M.H, Hal. 216-217)


8.pengertian hukum pidana menurut Adami Chazawi dalam bukunya "Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1". Hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang:
Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu;
Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya;
Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menja-tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha me-lindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.

Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :


  • Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).
  • Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
  • Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).
  • Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat setelah kemerdekaan antara lain :
  • UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.
  • UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
  • UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll
  • Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan sebagainya.


Untuk lebih jelas dan lengkapnya mengenai Hukum Pidana diatas mungkin beberapa referensi dibawah ini bisa dijadikan bahan bacaan tambahan :
  • Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002
  • Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1984
  • Hamzah, Andi, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta
  • Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni.
  • Moeljatno. 2008. Asas Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Bemmelen, J.M. van, 2007, Hukum Pidana 1 Hukum Pidana material bagian umum, Bandung: Binacipta.
  • ========================
  • Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990
  • Marsudi, Subandi, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia
  • Marwan, Mas. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia
  • Handayani, Fully, 2004, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta
  • Titik Triwulan Tutik. 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka.
  • Pengantar Ilmu hukum, Subandi AL Marsudi, S.H, M.H
  • Kansil, CST, Drs. S.H. 1997. Pengantar ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia.Jakarta: PN. Balai Pustaka.
  • Siti soetami, A., S.H. 1992. Pengantar Hukum Indonesia (PHI) .Semarang.
  • Sugangga, IGN. S.H. 1995.Inti Sari Pengantar Hukum Indonesia (PHI). Semarang.
  • Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika.





C. Tujuan Hukum Pidana
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.

D. Klasifikasi Hukum Pidana
Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana
Dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”. Hukum Pidana terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu:
• Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatan-perbuatan kriminal yang dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang yang merupakan bagian dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan lain sebagainya.
• Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.
Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara Pidana”-nya memaparkan defenisi Hukum Acara Pidana sebagai ”kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—mulai dari prosedur pelaksanaannya sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum atasnya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari prosedur tersebut—baik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.”. Dari sini, jelas bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi:
• Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai berakhirnya hukum atasnya dengan beragam tingkatannya.
• Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai dakwa turunan dari dakwa pidana.
• Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.
Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, karena sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan kepentingan Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, Undang-Undang Hukum Acara ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, karena harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum pelaku pidana, dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya, dan jika memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para ahli telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah pihak—pelaku pidana dan korban.
Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu “sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang”.

E. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
- Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum
- Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
- Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
- Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)

F. Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.

Rabu, 24 April 2013

MACAM_MACAM PEMBAGIAN HUKUM



1. Menurut Asasnya :
a. Bentuknya
b. Tempat Berlakunya
c. Cara Mempertahankannya
d. sifatnya
e. wujudnya
f. isinya

2. Menurut bentuknya:
a. Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan:
- hukum tertulis yang dikodifikasikan.
- hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan.
b. Hukum tak tertulis:
Adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak
tertulis namun berlakunya seperti suatu peraturan perundang (disebut juga Hukum
 Kebiasaan).

3. Menurut tempat berlakunya, dapat dibagi:
a. Hukum Nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam 
dunia Internasional.
c. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain.
d. Hukum Gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh Gereja.

4. Menurut waktu berlakunya :
a. Ius Constitutum (Hukum Positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi
 suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.
b. Ius Constituendum. yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang 
akan datang.
c. Hukum Asasi (Hukum Alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam 
segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tak mengenal 
batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap 
siapapun juga diseluruh tempat.

5. Menurut isinya :
a. Hukum Privat (Hukum Sipil), yaitu kumpulan hukum yang mengatur hubungan-
hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik 
beratkan kepada kepentingan perorangan.
b. Hukum Publik, yaitu kumpulan hukum yang mengatur hubungan antara 
negara dengan alat perlengkapannya atau antara Negara dengan 
Perorangan (melindungi kepentingan umum).

6. Menurut Sifatnya :
a. Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga 
harus dan mempuyai paksaan mutlak.
b. Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila
 pihak-pihak yang bersangkutan telah memberi peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.

7. Menurut cara mempertahankannya :
a. Hukum Materiil, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur
 kepentingan dan hubungan-hubungan yang berujud perintah dan larangan-larangan.
 Contoh: Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Dagang, dan lain-lain.
b.Hukum Formil (hukum acara atau hukum proses), yaitu hukum yang memuat
 peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan
 dan mempertahankan hukum materiil atau peraturan-peraturan bagaimana
 cara-cara mengajukan suatu perkara ke muka Pengadilan dan bagaimana 
cara-caranya hakim memberi keputusan.
Contohnya: Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata.

8. Pembagian Hukum Menurut Sumbenya :
a. Undang-undang
b. Kebiasaan
c. Traktat
d. Yurisprudensi

9. Pembagian Hukum Menurut Wujudnya
a. Hukum Objektif
Hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai seseorang atau
golongan tertentu. Hukum ini hanya membuat peraturan saja yang mengatur
hubungan hukum antara 2 orang atau lebih.
b. Hukum Subjektif
Hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang tertentu atau 
lebih.

SUMBER-SUMBER HUKUM



terdapat dua jenis sumber-sumber hukum yang menjadi bidang kajian dalam ilmu

 hukum dewasa ini, yakni:

  • Sumber hukum material
  • Sumber hukum formal
Selanjutnya  mari kita telaah sumber-sumber hukum material dan sumber-sumber 
hukum formal sebagaimana disebutkan diatas.

Sumber-sumber hukum material

Sumber hukum material merupakan faktor-faktor yang menentukan isi atau muatan suatu 
aturan atau kaidah hukum. Faktor-faktor yang menjadi penentu bagi isi suatu peraturan
 hukum bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain faktor filosofis, faktor  sosiologis
dan faktor historis. Sumber hukum material biasanya digunakan oleh para pembentuk
undang-undang dalam merumuskan muatan atau isi peraturan perundang-undangan 
agar peraturan perundang-undangan yang dirumuskan relevan dengan kondisi suatu
 masyarakat dimana peraturan tersebut akan diberlakukan. Sumber-sumber hukum material 
dalam tata negara dikenal  dengan istilah velbron.

Sumber-sumber hukum formal

Sumber hukum formal merupakan sumber-sumber hukum yang telah mempunyai bentuk
 tertentu sehingga kita dapat menemukan dan mengenal suatu bentuk hukum  dan
 menjadi  faktor yang memberlakukan dan mempengaruhi kaidah atau aturan hukum.
Sumber hukum formal ini biasanya digunakan oleh para  hakim, jaksa dan penasehat 
hukum sebagai dasar atau pertimbangan untuk membuat putusan, rumusan tuntutan
 dan atau sebagai nasehat hukum kepada kliennya. Sumber-sumber hukum formil dalam
 tata negara dikenal dengan istilah kenbron.

Berikut ini adalah sumber-sumber hukum formal:
Undang-Undang “Statute”
Undang-undang dalam hukum Indonesia lebih dikenal dengan singkatan UU
Undang-undang di Indonesia menjadi dasar hukum negara Indonesia. 
Undang-undang di Indonesia berfungsi sebagai pedoman yang mengatur kehidupan
 bersama seluruh rakyat Indonesia dalam rangka meujudkan tujuan hidup bernegara.

Kebiasaan atau “custom”
Kebiasaan juga dapat menjadi salah satu sumber-sumber hukum karena kebiasaan
 merupakan perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang. Perbuatan tertentu yang
 dilakukan berulang-ulang tersebut pada gilirannya dapat diterima sebagai kebiasaan 
tertentu sehingga apabila terdapat perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan
 tersebut dapat dianggap pelanggaran hukum dan dikenakan sanksi.

Keputusan Hakim atau “Jurisprudentie”
Keputusan hakim atau yurisprudensi  juga dapat menjadi salah satu dari sumber-sumber
hukum oleh karena dalam sistem negara hukum kita keputusan hakim dapat dijadikan 
sebagai pedoman bagi hakim yang lain dalam memutuskan kasus yang sama.

Traktat atau “Treaty”
Traktat ialah perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara atau antar negara yang
 dituangkan dalam bentuk tertentu. Traktat tersebut dapat menjadi sumber bagi pembentukan
 peraturan hukum.

Pendapat Sarjana Hukum atau “Doktrin”
Yang dimaksud dengan pendapat sarjana hukum disini adalah pendapat seseorang
 atau beberapa orang ahli hukum terhadap suatu masalah tertentu. Hal ini didukung
 Piagam Mahkamah Internasional dalam pasal 38 ayat 1, yang menyebutkan bahwa:
“Dalam menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa
 pedoman antara lain:
  • Perjanjian-perjanjian internasional atau International conventions;
  • Kebiasaan-kebiasaan internasional atau international customs;
  • Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab atau the general 
  • principles of law recognized by civilsed nations;
  • Keputusan hakim atau judicial decisions dan pendapat-pendapat sarjana hukum”

STUDY HUKUM DENGAN PENDEKATAN ILMU PENGERTIAN



A.MASYARAKAT HUKUM
    Suatu masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu
    dengan yang lain, sehingga mereka bertingkah laku sedemikina rupadisebut
    sebagai masyarakat hukum (rechtsgemen schapen).

B.SUBJEK HUKUM
    1.Orang/Manusia
    2.Badan Hukum
          Dalam HI, subjek hukum dapat secara individual ataupun negara.

C.PERANAN HUKUM
    Peranan hukum mencerminkan secara lebih nyata, bekerjanya hukum ditengah
    kehidupan masarakat.sehingga peranan hukum berhubungan antara individu satu
    dengan yang lain.Sehingga dapat berlangsung secara tertib dan teratur.
    Fungsi peranan hukum menurut Glastra Van Loon :
        1. Penertiban (penataan) masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.
        2. Penyelesaian pertikaian
        3. Memelihara & Mempertahankan tata tertib & aturan-aturan masyarakat.
        4. Pengaturan & Mempertahankan tata tertib & aturan-aturan masyarakat.
        5. Pengubahan tata tertib aturan-aturan dalam rangka penyesuaian pada
            kebutuhan-kebutuhan dari masyarakat.

D.PERISTIWA HUKUM
    Semua Peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan akibat hukum, antara pihak-
    pihak yang mempunyai akibat hukum.

E.OBJEK HUKUM
    Segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok
    suatu perhubungan hukum, karena sesuatu dapat dikuasai oleh subjek hukum.

F.AKIBAT HUKUM
   Suatu akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu hubungan hukum.

Sumber : Muhammad Nurul huda,S.H.,M.H(Dosen Fak.Hukum universitas islam riau)
    

NORMA-NORMA DALAM MASYARAKAT


1.PENGERTIAN NORMA
Norma adalah aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah
laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing
dapat terpelihara dan terjamin

2.MACAM-MACAM NORMA
   A.Norma Agama
       Peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan,
       dan anjuran-anjuran yang berasal dari tuhan.
          Contoh : menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
   B.Norma Kesusilaan
       Peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia (insan kamil)
          Contoh : hendaklah engkau berbuat baik sesama manusia.
   C.Norma Kesopanan
       Peraturan hidup yang timbul dari pergaulan segolongan manusia.
          Contoh : muda menghormati yang tua.
   D.Norma Hukum
       Peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh penguasa negara isinya
       mengikat setiap orang & pelaksananya dapat dipertahankan dengan segala
       paksaan oleh alat-alat negara. Keistimewaan norma hukum terletak dalam
       sifatnya yang memaksa, yang sanksinya berupa ancaman hukuman.


Sumber : Muhammad Nurul Huda,S.H.,M.H(Dosen Fak.Hukum Universitas islam Riau)

DASAR-DASAR HUKUM


A.TERJADINYA HUKUM
    Terjadinya hukum menurut J.P Glastra Van Loon ada 2 pandangan :
       1. Pandangan Legisme
           Menurut pandangan Legisme, hukum hanya terbentuk oleh perundang-
           undangan(wetgeving), dan hakim terikat pada undang-undang ,
           peradilan adalah hal menerapkan secara mekanisme dari 
           ketentuan undang-undang pada kejadian-kejadian yang konkrit.
       2. Pandangan Preirechts Lehre
           Menurut pandangan Preirechts Lehre hukum hanya terbentuk oleh
           peradilan (rechtepraak), undang_undang, kebiasaan dan sebagianya
           hanyalah sarana-sarana pembantu bagi hukum dalam menemukan
           hukum dalam kasus-kasus yang konkrit.

B.PENGERTIAN ILMU HUKUM
    Dalam bahasa inggris ilmu hukum disebut Jurisprudence. Dalam bahasa Belanda
    ilmu hukum disebut Rechtswetenschaps .
    Utreh memberikan pengertian ilmu hukum : hukum adalah himpunan petunujuk
    hidup (perintah-perintah & larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam
    suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota 
    masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk.

C.SIFAT ILMU HUKUM
    Untuk mengetahui karakteristik ilmu hukum, perlu kiranya diacu pernyataan
    Pauls Scholten. Pauls Scholten menyatakan ilmu hukum berbeda dengan ilmu deskritif,
    ilmu hukum hukum bukan mencari  fakta historis & hubungan-hubungan sosial.
    Pauls Scholten juga menyatakan bahwa ilmu hukum berurusanb dengan preskripsi-
    preskripsi hukum, putusan-putusan bersifat hukum dan materi-materi yang diolah dari
    kebiasaan. Dalam study humaniora, hukum dipelajari dalam kaitannya dengan etika
   dan moralitas. Sehingga demikian dapat dikatakan bahwa ilmu hukum itu bersifat
   sui generis  yang berarti hanya satu untuk jenisnya sendiri.


sumber : Muhammad Nurul Huda, S.H.,M.H. (Dosen Fak.hukum universitas islam Riau)

DEFINISI HUKUM MENURUT PARA AHLI


Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum :

1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).

4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.

8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.

10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.

11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.

13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.

16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.

d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.

e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.

f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.

g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.

h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.

17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.

b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).

c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.

d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.

e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).

f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.

g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.

h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.

i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.

j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.

k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).

l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.